Dewan Nuqoba'

SALAM UKHUWWAH

Walpaper

KHILAFAH

Jom Berusrah

Eratkan Ukhuwwah

Cinta Allah Cinta Rasul

Friday 3 June 2011

SISTEM KHALIFAH DAN KHILAFAH

Khalifah (pemimpin tertinggi umat Islam sedunia) dan Khilafah (sistem pemerintahan Islam) memang bagian dari ajaran Islam yang fundamental dan termasuk bagian dari keimanan.
Pertanyaan berikutnya ialah, benarkah berbagai Khalifah dan Khilafah yang bermunculan saat ini benar adanya atau sudah terwujud? Atau hanya mimpi di siang bolong? Atau, adakah motifasi kepentingan dan keuntungan duniawi yang ingin dicapai oleh orang-orang dan atau kelompok tertentu dengan menggunakan baju Khalifah dan Khilafah, seperti halnya menggunakan baju Jama’ah, Bai’ah, Partai Islam, Negara Islam dan bahkan baju Kenabian?

Untuk mengurai persoalan tersebut paling tidak ada empat hal yang perlu dibahas :
1. Pengertian Khilafah dan Khalifah
2. Syarat-Syarat Khalifah
3. Sistem Pemilihan Khalifah dan,
4. Tugas dan Kewajiban Khalifah
1. Pengertian Khilafah dan Khalifah
Khilafaf dalam terminology politik Islam ialah sistem pemerintahan Islam yang meneruskan sistem pemerintahan Rasul Saw. dengan segala aspeknya yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul Saw. Sedangkan Khalifah ialah Pemimpin tertinggi umat Islam sedunia, atau disebut juga dengan Imam A’zhom yang sekaligus menjadi pemimpin Negara Islam sedunia atau lazim juga disebut dengan Khalifatul Muslimin.
Khalifah dan khilafah itu hanya terwujud bila :
1. Adanya seorang Khalifah saja dalam satu masa yang diangkat oleh umat Islam sedunia. Khalifah tersebut harus diangkat dengan sistem Syura bukan dengan jalan kudeta, sistem demokrasi atau kerajaan (warisan).
2. Adanya wilayah yang menjadi tanah air (wathan) yang dikuasai penuh oleh umat Islam.
3. Diterapkannya sistem Islam secara menyeluruh. Atau dengan kata lain, semua undang-undang dan sistem nilai hanya bersumber dari Syariat Islam yang bersumberkan dan berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul Saw. seperti undang-undang pidana, perdata, ekonomi, keuangan, hubungan internasional dan seterusnya.
4. Adanya masyarakat Muslim yang mayoritasnya mendukung, berbai’ah dan tunduk pada Khalifah (pemimpin tertinggi) dan Khilafah (sistem pemerintahan Islam).
5. Sistem Khilafah yang dibangun bukan berdasarkan kepentingan sekeping bumi atau tanah air tertentu, sekelompok kecil umat Islam tertentu dan tidak pula berdasarkan kepentingan pribadi Khalifah atau kelompoknya, melainkan untuk kepentingan Islam dan umat Islam secara keseluruhan serta tegaknya kalimat Allah (Islam) di atas bumi. Oleh sebab itu, Imam Al-Mawardi menyebutkan dalam bukunya “Al-Ahkam As-Sulthaniyyah” bahwa objek Imamah (kepemimpinan umat Islam) itu ialah untuk meneruskan Khilafah Nubuwwah (kepemimpinan Nabi Saw.) dalam menjaga agama (Islam) dan mengatur semua urusan duniawi umat Islam.
2. Syarat-Syarat Khalifah
Karena Khalifah itu adalah pemimpin tertinggi umat Islam, bukan hanya pemimpin kelompok atau jamaah umat Islam tertentu, dan bertanggung jawab atas tegaknya ajaran Islam dan ururusan duniawi umat Islam, maka para ulama, baik salaf (generasi awal Islam) maupun khalaf (generasi setelahnya), telah menyepakati bahwa seorang Khalifah itu harus memiliki syarat atau kriteria yang sangat ketat. Syarat atau kriteria yang mereka jelaskan itu berdasarkan petunjuk Al-Qur’an, Sunnah Rasul Saw. dan juga praktek sebagian Sahabat, khususnya Khulafaurrasyidin setelah Rasul Saw, yakni Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, radhiyallahu ‘anhum ajma’in.
Menurut Syekh Muhammad Al-Hasan Addud Asy-Syangqiti, paling tidak ada sepuluh syarat atau kriteria yang harus terpenuhi oleh seorang Khalifah :
1. Muslim. Tidak sah jika ia kafir, munafik atau diragukan kebersihan akidahnya.
2. Laki-Laki. Tidak sah jika ia perempuan karena Rasul Saw bersabda : Tidak akan sukses suatu kaum jika mereka menjadikan wanita sebagai pemimpin.
3. Merdeka. Tidak sah jika ia budak, karena ia harus memimpin dirinya dan orang lain. Sedangkan budak tidak bebas memimpin dirinya, apalagi memimpin orang lain.
4. Dewasa. Tidak sah jika anak-anak, kerena anak-anak itu belum mampu memahami dan memenej permasalahan.
5. Sampai ke derajat Mujtahid. Kerena orang yang bodoh atau berilmu karena ikut-ikutan (taklid), tidak sah kepemimpinannya seperti yang dijelaskan Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah dan Ibnu Abdul Bar bahwa telah ada ijmak (konsensus) ulama bahwa tidak sah kepemimpinan tertinggi umat Islam jika tidak sampai ke derajat Mujtahid tentang Islam.
6. Adil. Tidak sah jika ia zalim dan fasik, karena Allah menjelaskan kepada Nabi Ibrahim bahwa janji kepemimpinan umat itu tidak (sah) bagi orang-orang yang zalim.
7. Profesional (amanah dan kuat). Khilafah itu bukan tujuan, akan tetapi sarana untuk mencapai tujuan-tujuan yang disyari’atkan seperti menegakkan agama Allah di atas muka bumi, menegakkan keadilan, menolong orang-orang yang yang dizalimi, memakmurkan bumi, memerangi kaum kafir, khususnya yang memerangi umat Islam dan berbagai tugas besar lainnya. Orang yang tidak mampu dan tidak kuat mengemban amanah tersebut tidak boleh diangkat menjadi Khalifah.
Sebab itu, Imam Ibnu Badran, rahimahullah, menjelaskan bahwa pemimpin-pemimpin Muslim di negeri-negeri Islam yang menerapkan sistem kafir atau musyrik, tidaklah dianggap sebagai pemimpin umat Islam karena mereka tidak mampu memerangi musuh dan tidak pula mampu menegakkan syar’ait Islam dan bahkan tidak mampu melindungi orang-orang yang dizalimi dan seterusnya, kendatipun mereka secara formal memegang kendali kekuasaan seperti raja tau presiden. Lalu Ibnu Badran menjelaskan : Mana mungkin orang-orang seperti itu menjadi Khalifah, sedangkan mereka dalam tekanan Taghut (Sistem Jahiliyah) dalam semua aspek kehidupan?
Sedangkan para pemimpin gerakan dakwah yang ada sekarang hanya sebatas pemimpin kelompok-kelompok atau jamaah-jamaah umat Islam, tidak sebagai pemimpin tertinggi umat Islam yang mengharuskan taat fil mansyat wal makrah ( dalam situasi mudah dan situasi sulit), kendati digelari dengan Khalifah.
8. Sehat penglihatan, pendengaran dan lidahnya dan tidak lemah fisiknya. Orang yang cacat fisik atau lemah fisik tidak sah kepemimpinannya, karena bagaimana mungkin orang seperti itu mampu menjalankan tugas besar untu kemaslahatan agama dan umatnya? Untuk dirinya saja memerlukan bantuan orang lain.
9. Pemberani. Orang-orang pengecut tidak sah jadi Khalifah. Bagaimana mungkin orang pengecut itu memiliki rasa tanggung jawab terhadap agama Allah dan urusan Islam dan umat Islam? Ini yang dijelaskan Umar Ibnul Khattab saat beliau berhaji : Dulu aku adalah pengembala onta bagi Khattab (ayahnya) di Dhajnan. Jika aku lambat, aku dipukuli, ia berkata : Anda telah menelantarkan (onta-onta) itu. Jika aku tergesa-gesa, ia pukul aku dan berkata : Anda tidak menjaganya dengan baik. Sekarang aku telah bebas merdeka di pagi dan di sore hari. Tidak ada lagi seorangpun yang aku takuti selain Allah.
10. Dari suku Quraisy, yakni dari puak Fihir Bin Malik, Bin Nadhir, Bin Kinanah, Bin Khuzai’ah. Para ulama sepakat, syarat ini hanya berlaku jika memenuhi syarat-sayarat sebelumhya. Jika tidak terpenuhi, maka siapapun di antara umat ini yang memenuhi persayaratan, maka ia adalah yang paling berhak menjadi Khalifah.
3. Sistem Pemilihan Khalifah
Dalam sejarah umat Islam, khususnya sejak masa Khulafaurrasyidin sepeninggalan sistem Nubuwah di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. sampai jatuhnya Khilafah Utsmaniyah di bawah kepemimpinan Khalifah Abdul Hamid II yang berpusat di Istambul, Turkey tahun 1924, maka terdapat tiga sistem pemilihan Khalifah.
Pertama, dengan sistem Wilayatul ‘Ahd (penunjukan Khalifah sebelumnya), seperti yang terjadi pada Umar Ibnul Khattab yang ditunjuk oleh Abu Bakar.
Kedua, dengan sistem syura, sebagaimana yang terjadi pada Khalifah Utsman dan Ali. Mereka dipilih dan diangkat oleh Majlis Syura. Sedangkan anggota Majlis Syura itu haruslah orang-orang yang shaleh, faqih, wara’ (menjaga diri dari syubhat) dan berbagai sifat mulia lainnya. Oleh sebab itu, pemilihan Khalifah itu tidak dibenarkan dengan cara demokrasi yang memberikan hak suara yang sama antara seorang ulama dan orang jahil, yang shaleh dengan penjahat dan seterusnya. Baik sistem pertama ataupun sistem kedua, persyaratan seorang Khalifah haruslah terpenuhi seperti yang dijelaskan sebelumnya. Kemudian, setelah sang Khalifah terpilih, maka umat wajib berbai’ah kepadanya.
Ketiga, dengan sistem kudeta (kekuatan) atau warisan, seperti yang terjadi pada sebagian Khalifah di zaman Umawiyah dan Abbasiyah. Sistem ini jelas tidak sah karena bertentangan dengan banyak dalil Syar’i dan praktek Khulafaurrasyidin.
4. Tugas dan Kewajiban Khalifah
Sesungguhnya tugas dan kewajiban khalifah itu sangat berat. Wilayah kepemimpinannya bukan untuk sekelompok umat Islam tertentu, akan tetapi mecakup seluruh umat Islam sedunia. Cakupan kepemimpinannya bukan hanya pada urusan tertentu, seperti ibadah atau mu’amalah saja, akan tetapi mencakup penegakan semua sistem agama atau syari’ah dan managemen urusan duniawi umat. Tanggung jawabnya bukan hanya terhadap urusan dunia, akan tetpi mencakup urusan akhirat. Tugasnya bukan sebatas menjaga keamanan dalam negeri, akan tetapi juga mencakup hubungan luar negeri yang dapat melindungi umat Islam minoritas yang tinggal di negeri-negeri kafir. Kewajibannya bukan hanya sebatas memakmurkan dan membangun bumi negeri-negeri Islam, akan tetapi juga harus mampu meberikan rahmat bagi negeri-negeri non Muslim (rahmatan lil ‘alamin).
Secara umum, tugas Khalifah itu ialah :
1. Tamkin Dinillah (menegakkan agama Allah) yang telah diridhai-Nya dengan menjadikannya sistem hidup dan perundangan-undangan dalam semua aspek kehidupan.
2. Menciptakan keamanan bagi umat Islam dalam menjalankan agama Islam dari ancaman orang-orang kafir, baik yang berada dalam negeri Islam maupun yang di luar negeri Islam.
3. Menegakkan sistem ibadah dan menjauhi sistem dan perbuatan syirik (QS.Annur : 55).
4. Menerapkan undang-undang yang ada dalam Al-Qur’an, termasuk Sunnah Rasul Saw. dengan Haq dan adil, kendati terhadap diri, keluarga dan orang-orang terdekat sekalipun. (QS. Annisa’ : 135, Al-Maidah : 8 & 48, Shad : 22 & 26)
5. Berjihad di jalan Allah.
Kesimpulan
Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan :
1. Khilafah dan Khalifah dua hal yang saling terkait. Keduanya merupakan ajaran Islam yang fundamental. Menegakkan Khilafah dan memilih Khalifah hukumnya wajib. Semua umat Islam berdosa selama keduanya belum terwujud.
2. Khilafah belum terbentuk atau belum dianggap ada sebelum diangkatny seorang Khallifah yang memenuhi syarat-syarat yang disebutkan di atas, dipilih dan diangkat dengan sistem Syura umat Islam, dan mampu menunaikan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin tertinggi umat Islam sedunia.
3. Khilafah bukan tujuan, akan tetapi adalah alat untuk menegakkan dan menerapkan agama Allah secara menyeluruh dan orisinil. Allahu a’lamu bish-shawab. (fj)


Kepastian Kembalinya Khilafah
Lepas dari realitas di lapangan yang kurang menggembirakan, di mana umat Islam saat in menjadi budak barat, kekayaan alam mereka dijarah, ekonomi mereka terpuruk, nilai mata uang mereka sangat rendah, hutang luar negeri merekabertumpuk tak terbayar, pemuda mereka dirusak, wanita mereka menjadi hamba syahwat, bahkan masih ditambah lagi dengan rombongan Islam liberal dan sebagainya, namunmasih ada harapan.
Kita masih menemukan satu hadits dari Rasulullah SAW yang cukup melegakan, yaitu kabar gembira dari beliau bahwa suatu saat, khilafah ini akan kembali terbentuk, bahkan dengan kualitasnya yang rasyidah itu.
Sabda Rasulullah saw, “Kemudian akan tegak Khilafah Rasyidah yang sesuai dengan manhaj Nabi”.
Namun tentunya khilafah ini tidak akan terbentuk begitu saja, bila hanya dengan doa dan diam saja. Atau hanya dengan bicara dan demonstrasi saja. Setiap umat Islam meski bersinergi untuk saling menguatkan dan saling menyokong semua upaya untuk kembali kepada khilafah Islamiyah.
Sebab setiap elemen umat punya potensi yang mungkin tidak dimiliki oleh saudaranya. Maka seruan untuk kembali kepada khilafah seharusnya bukan sekedar lips service, namun harus diiringi dengan kerja nyata, pembinaan dan pengkaderan 1,5 milyar umat, pendirian lembaga pendidikan dan sekian banyak pos-pos penting umat. Lantas diiringi juga dengan kebesaran hati, keterbukaan sikap serta jiwa kepemimpinan dunia Islam yang mumpuni.
Semoga Allah SWT memberikan kesempatan kepada kita untuk dapat menyaksikan beridirnya khilafah Islamiyah semasa kita hidup. Sungguh sebuah kepuasan yang dimpikan oleh dunia Islam selama ini. Amien.
Wallahu a’lam bishshawab wassalamu ‘alaikum warahmatullahi warabaraktuh.

SEJARAH USRAH

Bismillahirahmanirahim.

Alhamdulillah, Allah telah membuka hati-hati ini untuk terus berada didalam lingkungan yang diredhai-NYA, Insya Allah. MISI merupakan salah satu platform yang memberikan banyak ilmu-ilmu dan perkongsian yang bermanfaat dan menambahkan keyakinan kita diatas jalan yang kita harungi.

 Sejarah mengajar kita tentang pelbagai perkara. Sejarah mengenalkan kita tentang asal-usul sesuatu perkara agar kita lebih kukuh dan teguh berpegang dengannya. Pepatah melayu menyebut, ‘Tak kenal maka Tak cinta’, juga telah dinaik-tarafkan menjadi ‘Tak Kenal Maka Taaruf”


Bagaimana kita mahu cinta pada usrah, seandainya kita tidak mengenali asal-usul usrah itu? Adakah salah Naqib, Naqibah dan ahli-ahli usrah yang lain sekiranya kita merasakan tidak betah untuk terus bersama di dalam usrah?

Sistem usrah yang kita lalui pada hari ini asalnya merupakan hasil usaha yang telah diperkenalkan oleh Imam Hassan Al-Banna, seorang tokoh ulama yang tidak asing lagi dalam pengetahuan kita semua. Usrah telah diformulakan dari apa yang Rasulullah s.a.w. bawa dalam perjalanan da'wah dan tarbiyyah. Usrah bukanlah bid’ah kerana konsep yang digunakan oleh Imam Hassan Al-Banna lebih kurang sama dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah s.a.w sendiri.

Sejak tahun 1906 sehingga 1949, dunia telah berubah dan perkembangan dakwah juga berubah. Tetapi, Matlamat dakwah itu tidak pernah berubah! Iaitulah untuk mengembalikan dan menegakkan Islam seperti mana sepatutnya di muka bumi.

Pada peringkat permulaan, Imam Hassan Al-Banna bergerak secara perseorangan sebelum disertai pula oleh pemuda-pemuda yang tepanggil untuk berjuang bersama Imam Hassan Al-Banna. Beliau bergerak selepas kejatuhan sistem pemerintan Khilafah kerana melihat umat Islam ketika itu sudah kehilangan identiti dan Islam pula semakin hanyut ditelan evolusi dunia.

Dari situlah bermulanya sistem usrah. Matlamat usrah adalah untuk mencari keredhaan Allah dan juga merupakan salah satu JIHAD dalam mengembalikan Islam di mata dunia.



Kenapa dakwah memerlukan kepada usrah? Dakwah adalah wajib untuk mendirikan Agama Islam. Seperti mana yang telah disebutkan dalam surah Ali-Imran ayat 104:

“Dan hendaklah ada di antara kamu satu puak yang menyeru (berdakwah) kepada kebajikan (mengembangkan Islam), dan menyuruh berbuat segala perkara yang baik, serta melarang daripada segala yang salah (buruk dan keji). Dan mereka yang bersifat demikian ialah orang-orang yang berjaya”

Tidakkah kita mahu berkongsi rasa gembira dan seronok berada didalam Islam kepada keluarga kita, rakan-rakan kita dan masyarakat amnya? Adakah kita hanya mahu menyimpan dan memendam rasa gembira itu tanpa perlu mengkhabarkannya kepada seluruh dunia? Logik fitrah manusia, ini tidak akan berlaku. Kita akan mencanangkan kepada seluruh dunia betapa kita hari ini gembira.

Begitu jugalah halnya dengan usrah. Kita berkongsi apa yang kita ada kepada ahli usrah kita agar mereka turut rasa apa yang kita rasa. Dengan harapan, semoga kita dapat menyampaikan dan mengajak rakan-rakan kita agar turut sama berada dalam usrah.





Usrah terbentuk dengan adanya Murabbi dan mutarabbi dan terdiri daripada tiga rukun iaitu Taaruf; saling mengenali & berkasih sayang kerana Allah. Apabila kita saling mengenali akan timbul rasa kasih diantara kita, tidak susah untuk kita berkorban dan mengikut arahan murabbi kita kerana kita tahu bahawa murabbi kita sayang kepada kita. Tafahum; muhasabah diri, nasihat bila silap, terima nasihat dgn hati terbuka, simpan rahsia kekurangannya, tetap hormati dan mengasihinya walau mempunyai keaiban. Takaful ; saling membantu dan memikul masalah serta tanggungjawab bersama, saling bertanya khabar dan bersegera membantu pihak yang memerlukan.

Merujuk kepada ketiga-tiga rukun usrah di atas, tidak akan timbul rasa tidak senang berada di dalam usrah apabila kita dapat mengamalkan keinginan untuk berkongsi rasa dan saling hormat-menghormati sesama ahli usrah.

Usrah yang membina adalah usrah yang terdiri daripada golongan-golongan yang ingin membina diri mereka dan akan sama-sama membantu membina pula masyarakat di sekeliling mereka. Dalam pada kita hendak mengajak dan mendidik, kita akan berhadapan dengan pelbagai cabaran kerana kita berdepan dengan manusia yang mempunyai pelbagai ragam. Oleh itu, kita harus mempersiapkan diri dengan bukan sahaja ilmu islami, tetapi juga dengan seni-seni tentang cara untuk melenturkan hati-hati manusia ini.

Usrah bukanlah tempat untuk kita menarik orang untuk mengikut kita, tetapi ianya merupakan medium untuk menarik mereka mengikuti ISLAM. Usrah dibawa untuk memastikan Islam yang dipegang bukan lagi hanya menjadi mainan buah mulut manusia, tetapi diaplikasikan sepenuhnya dalam kehidupan seharian. Seronoknya Islam kerana AMAL. Usrah itu membuktikan bahawa hanya dengan mengamalkan perintah Allah dan menjauhi larangannya, kita akan merasa manisnya Islam.

Tertarik dengan kata-kata penceramah; “Saya ajak awak ikut usrah. Saya tak ajak awak ikut saya. Kalau suatu hari nanti saya futur, awak jangan ikut futur.” Kesimpulannya, kita perlu jelas, yang kita ikut itu bukanlah naqib atau naqibah kita, tetapi Islam yang syumul.

Wallahu’am